Israel Menggelontorkan Rp897 Triliun untuk Perang di Gaza, Ekonomi Terancam
Bank sentral menyoroti perlunya disiplin anggaran untuk menghindari dampak jangka panjang pada perekonomian
Podnografi' Jakarta - Bank Sentral Israel memperkirakan bahwa biaya pertahanan untuk mendukung perang di Gaza mencapai US$58 miliar atau setara dengan Rp897 triliun (dengan asumsi kurs Rp15.470 per dolar AS). Gubernur Bank Sentral, Amir Yaron, menyampaikan keprihatinan bahwa anggaran yang sangat besar ini dapat menjadi beban berat bagi ekonomi negara jika tidak ditangani dengan tepat.
Menurut Yaron, ada potensi peningkatan utang yang berkepanjangan jika langkah-langkah tidak diambil untuk menangani situasi ini. Ia mengingatkan bahwa pasar mungkin merespons dengan kenaikan imbal hasil, depresiasi mata uang, dan inflasi. Bank Sentral sendiri telah merespons dengan menurunkan suku bunga pinjaman jangka pendek, menjadi negara maju pertama yang melonggarkan kebijakan moneternya.
Meskipun demikian, Yaron memperingatkan bahwa langkah-langkah ini saja tidak cukup. Pemerintah diharapkan untuk segera menyesuaikan anggaran dengan memotong belanja pada pos-pos yang tidak terkait dengan keadaan darurat saat ini. Ia menekankan perlunya disiplin dalam pengeluaran agar ekonomi tidak mengalami kerugian lebih besar di masa depan.
Kementerian Keuangan memproyeksikan defisit anggaran pada 2024 sekitar 6 persen dari pertumbuhan ekonomi (PDB). Namun, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich lebih menekankan pada kebijakan fiskal yang bertanggung jawab selama tahun terakhir, yang dianggapnya telah berkontribusi pada penurunan inflasi. Meskipun demikian, Yaron mengajak parlemen untuk tetap mengendalikan pengeluaran yang melonjak selama konflik dengan Hamas.
Sementara suku bunga turun untuk membantu pertumbuhan bisnis dan perekonomian, ada kekhawatiran bahwa tindakan ini mungkin tidak cukup untuk menangani dampak ekonomi jangka panjang dari konflik. Inflasi, meskipun turun dari puncaknya, masih berada di atas target Israel sebesar 1 persen hingga 3 persen.
Dengan pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan sebesar 2 persen pada 2023 dan 2024, serta 5 persen pada 2025, tantangan utama saat ini adalah bagaimana mencapai keseimbangan antara mendukung pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas fiskal dalam situasi konflik yang kompleks.
What's Your Reaction?