Serangan Udara Israel Rampas 36 Nyawa Keluarga di Gaza Saat Sedang Sahur
Serangan di Nuseirat merupakan salah satu dari 60 serangan udara yang mematikan
Podnografi' Jakarta - Suasana sahur yang seharusnya penuh kebersamaan dan ketenangan berubah menjadi malam yang mencekam bagi keluarga Tabatibi di Nuseirat, Gaza. Serangan udara yang diduga dilancarkan oleh militer Israel merenggut nyawa tidak kurang dari 36 anggota keluarga ini, meninggalkan puing-puing dan duka yang mendalam.
Kepergian tragis keluarga Tabatibi menjadi sorotan dunia sebagai bukti kebrutalan konflik yang tak kunjung berkesudahan di Gaza. Dalam momen yang seharusnya dipenuhi dengan doa dan kebersamaan, serangan itu menyerang ketika para perempuan di keluarga itu tengah sibuk menyiapkan makanan untuk sahur, menyisakan kesedihan yang mendalam bagi para saksi hidupnya.
"Mereka mengebom rumah ketika kami sedang berada di dalamnya. Ibu, ayah, bibi, dan saudara-saudara saya semua menjadi korban," kata Mohammed al-Tabatibi, 19 tahun, yang terluka dalam serangan tersebut, sambil menahan tangisnya di Rumah Sakit Martir Al-Aqsa di Deir al-Balah.
Korban yang tewas, termasuk setidaknya dua anak-anak, ditemukan terbungkus dalam kain putih yang berlumuran darah karena kantong mayat tidak mencukupi. Yussef Tabatibi, salah seorang keluarga yang selamat dari serangan mengerikan itu, mengungkapkan bahwa jumlah korban kemungkinan bisa lebih banyak lagi.
"Beberapa anggota keluarga tidak dapat kami temukan. Kami kekurangan peralatan dan alat bantu karena infrastruktur kami hancur," katanya dengan nada sedih.
Serangan ini adalah bagian dari serangkaian "serangan udara mematikan" yang telah menimpa Gaza, menambah daftar panjang korban jiwa dari kedua belah pihak. Sejak Oktober 2023, jumlah korban jiwa akibat serangan Israel ke Gaza telah mencapai angka yang mencengangkan, dengan sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak yang tak berdosa.
Tak hanya itu, kekhawatiran akan eskalasi konflik semakin menguat dengan rencana operasi di Rafah yang diumumkan oleh kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Meskipun operasi ini belum dimulai, serangan udara terus berlanjut, menambah derita penduduk Gaza yang sudah terlalu lama hidup dalam ketakutan dan penderitaan.
Dalam kegelapan malam yang sunyi, suara azan yang biasanya mengisi udara sebelum fajar pun terdengar, namun kali ini, suaranya terhenti tiba-tiba. Issa Duhair, seorang muazin yang terhormat, bersama dua putranya menjadi korban serangan Israel yang tak kenal ampun.
Mahmoud Duhair, kerabat dari keluarga yang menjadi korban, menggambarkan Issa sebagai "orang yang baik" yang selalu setia dalam tugasnya mengumandangkan azan. Namun, nasib malang menimpanya ketika rumahnya dihantam oleh serangan maut itu.
Tragedi keluarga Tabatibi dan muazin yang tak bersalah ini menjadi cerminan dari betapa rapuhnya perdamaian di Gaza. Di balik semua retorika politik dan konflik bersenjata, yang tersisa hanyalah duka yang mendalam bagi mereka yang kehilangan orang-orang terkasih dalam serangan yang tak berperikemanusiaan ini. Semoga kejadian ini menjadi pijakan untuk mewujudkan perdamaian yang hakiki bagi semua pihak yang terlibat dalam konflik ini.
What's Your Reaction?