KPU Hapus Grafik Sirekap, Publik Harus Hitung Manual Tiap TPS
Prosedur yang memakan waktu untuk memeriksa hasil suara dari setiap TPS dipertanyakan oleh sebagian masyarakat
Podnografi' Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat keputusan kontroversial dengan menghapus grafik tabulasi data perolehan suara Pemilu Serentak 2024 dari Sistem Rekapitulasi Suara Pemilu (Sirekap). Langkah ini menuai kontroversi karena masyarakat kini tidak dapat lagi mengakses rangkuman hasil perolehan suara pilpres maupun pileg melalui grafik yang biasanya tersedia di menu "Hitung Suara" Sirekap.
Dalam pengumuman resminya, KPU hanya membuka akses terhadap perolehan suara capres-cawapres dan caleg melalui foto formulir model C Hasil. Ini berarti masyarakat kini diharuskan membuka satu per satu hasil setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) di situs Sirekap jika ingin mengetahui perolehan suara pemilu.
Dengan total 823.220 TPS di Pemilu Serentak 2024, yang terdiri dari 820.161 TPS di dalam negeri dan 3.059 TPS di luar negeri, langkah ini mengejutkan banyak pihak. Proses pengecekan hasil setiap TPS melalui Sirekap menjadi sebuah tugas monumental bagi masyarakat.
Untuk mengecek hasil setiap TPS di Sirekap, masyarakat diminta mengunjungi situs resmi pemilu 2024, yaitu situspemilu2024.kpu.go.id. Dari sana, pilih menu "tampilkan filter" yang terletak di kanan atas layar. Setelah itu, pilih jenis pemilihan (pilpres, pileg DPR, pileg DPD, pileg DPRD provinsi, atau pileg DPRD kabupaten/kota), masukkan data provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan nomor TPS yang ingin dicek.
Meskipun prosedur ini memberikan akses kepada data hasil perhitungan suara di setiap TPS, tetapi untuk mengetahui total perolehan suara secara keseluruhan, masyarakat diharuskan melakukan hal yang sama untuk membuka hasil di 823.219 TPS lainnya melalui Sirekap.
Komisioner KPU, Idham Holik, memberikan alasan penghapusan grafik data Sirekap dengan menyebut adanya ketidakakuratan sistem yang digunakan KPU. Menurutnya, langkah ini diambil untuk mencegah terjadinya prasangka publik akibat pembacaan teknologi Sirekap yang tidak atau kurang akurat, terlebih jika belum diakurasi oleh uploader (KPPS) dan operator Sirekap KPU Kabupaten/Kota.
"Ketika hasil pembacaan teknologi Sirekap tidak atau kurang akurat dan belum sempat diakurasi oleh uploader (KPPS) dan operator Sirekap KPU Kabupaten/Kota akan jadi polemik dalam ruang publik yang memunculkan prasangka," ungkap Idham dalam konferensi pers pada Selasa (5/3).
Keputusan KPU ini menjadi perdebatan di tengah masyarakat, dengan beberapa pihak mempertanyakan transparansi dan keterbacaan data hasil pemilu tanpa grafik yang biasanya memberikan gambaran cepat dan mudah. Publik diharapkan untuk tetap proaktif dan teliti dalam memeriksa hasil pemilu melalui Sirekap untuk memastikan integritas dan akurasi data.
What's Your Reaction?